MENGHIDUPKAN KEMBALI EKOSISTEM YANG HILANG DI PULAU KANGE,
NTT
By
WWF INDONESIA 2013
Keindahan panorama yang disuguhkan oleh alam kepulauan
Solor-Alor, ternyata tidaklah mencerminkan kekayaan alam bawah lautnya. Ironi
ini terjadi di Pulau Kangge yang diakibatkan oleh ulah manusia sendiri. Pulau
Kangge merupakan salah satu pulau di Kepulauan Solor-Alor yang masuk dalam zona
perlindungan dan zona perikanan berkelanjutan bagi nelayan tradisional dalam
Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) Alor, Nusa Tenggara Timur.
Mayoritas penduduk
P.Kangge bekerja sebagai nelayan dengan rumput laut dan olahannya menjadi
komoditi terbesarnya. Namun sayangnya, aktifitas penangkapan ikan yang tidak
berkelanjutan di pulau ini telah mengakibatkan kerusakan pada ekosistem laut
P.Kangge. Penggunaan bom dan racun ikan oleh nelayan lokal menyebabkan kerusakan
terumbu karang dan penurunan kualitas produksi rumput laut. Karena itu, para
nelayan terpaksa harus berlayar jauh dari P.Kangge untuk mencari ikan karena
mulai sulit ditemukan di sekitar P.Kangge.
Kondisi
memprihatinkan tersebut mendorong perhatian Pemerintah Kabupaten Alor
bersama-sama WWF-Indonesia dan masyarakat Marisa untuk membangun program
rehabilitasi terumbu karang. Tidak hanya itu, upaya strategis juga dilakukan
dengan menggandeng mitra korporasi HINO
Indonesia, perusahaan otomotif bus dan truk dari Jepang, untuk
memberikan hasil yang lebih optimal. Karena diharapkan dampaknya tidak hanya
mencakup aspek konservasi melalui pemulihan terumbu karang, namun juga aspek
sosial ekonomi dengan mendorong upaya pemberdayaan masyarakat setempat. Salah
satunya melalui pelatihan ibu-ibu PKK untuk mengolah rumput laut menjadi
komoditi niaga yang dapat meningkatkan pendapatan.
Rehabilitasi terumbu
karang, atau rumah ikan, dilakukan melalui metode rock pile, yang dicapai dengan meletakkan bongkahan batuk kapur yang
disusun serupa bujur sangkar berongga di titik-titik yang membutuhkan
rehabilitasi. Batu kapur dikhususkan sebagai substrat yang memudahkan larva
karang menempel dan tumbuh subur. Terumbu karang buatan ini juga akan berperan
menarik perhatian ikan-ikan untuk datang menghuninya sehingga pelan-pelan akan
membentuk rantai makanan disekitarnya dan menarik perhatian ikan-ikan ekonomis
untuk datang.
Pada Hari Selasa, 21
Mei 2013, sebanyak tiga buah rock pile telah ditempatkan di tiga titik sisi
bagian utara pulau Kangge. Warga Desa Marisa bahu-membahu mengumpulkan batu
karang di sekitar desa yang telah disepakati. Sebanyak 150 kubik batu karang
dikumpulkan sebagai materi pembuatan sembilan buah bangun bujursangkar yang
akan ditempatkan di sejumlah titik yang dianggap rusak. Partisipasi warga dilandasi kesadaran akan
akibat dari perbuatan mereka sebelumnya, “Saya gusar kalau ingat kecerobohan
kami menggunakan bom dan racun ikan. Kini sebagian besar terumbu karang di desa
kami rusak, ikan semakin sulit diperoleh,” tutur Darwin Laba, nelayan Desa
Marisa di Pulau Kangge.
Sebelumnya,
masyarakat mendapatkan edukasi dan pelatihan menyelam sehingga mereka bisa
terjun langsung dan membangun sendiri rumah ikan buatan tersebut. Walau dalam
proses pembangunan masyarakat masih mendapat asistensi dari tim WWF-Indonesia,
nantinya aktifitas pemantauan akan dijalankan oleh masyarakat secara mandiri.
Hal ini ditujukan untuk menumbuhkan rasa kepemilikan masyarakat terhadap
lautnya, sehingga selalu terdorong untuk menjaga kelestarian sumber dayanya.
Sementara itu, para
wanita Desa Marisa yang tergabung dalam kelompok PKK juga mendapatkan edukasi
untuk memaksimalkan hasil budidaya rumput laut yang merupakan komoditi utama
mereka. Mereka mendapatkan pelatihan bagaimana mengolah rumput laut menjadi
produk lain yang dapat diperjual belikan, seperti kerupuk rumput laut, cendol
rumput laut, dan dodol rumput laut. Bahkan, kini anggota-anggota PKK tersebut
sudah menciptakan olahan rumput laut yang merupakan kreasi mereka sendiri,
cireng rumput laut. “Kami sangat senang sekali untuk pelatihan selama empat
hari ini, dan semoga dukungan HINO tidak berhenti sampai di sini. Mungkin dalam
kesempatan lain kita bisa belajar membuat produk lain, karena Pulau Kangge juga
memiliki sumber daya alam lain selain rumput laut,” tutur Nur, perwakilan PKK
Desa Marisa.
Pulau Kangge menjadi
pilihan proyek percontohan karena letaknya yang berdekatan dengan Zona Inti
atau Core Zone (tertutup) yang ada di Pulau Rusa, Pulau Kambing, dan Tanjung
Soyang – kawasan ini penting untuk dilindungi demi mempertahankan
keanekaragaman hayati dan ketersediaan ikannya. Rehabilitasi di Pulau Kangge
diharapkan dapat memulihkan kondisi tersebut, sehingga di kemudian hari wilayah
ini dapat menjadi area percontohan bagi Kabupaten Alor untuk merehabilitasi
wilayah perairan lain di kawasannya.
"HINO sebagai
perusahaan otomotif yang bervisi ke depan melihat potensi alam Solor-Alor
sebagai mutiara Indonesia Timur yang harus dijaga, termasuk kesejahteraan
masyarakatnya. Dukungan ini sejalan dengan visi HINO sebagai pelopor produksi
kendaraan ramah lingkungan", tutur Toshiro Mizutani, Presiden Director PT.
Hino Motor Sales Indonesia dalam kesempatan kunjungannya ke P.Kangge pada
pertengahan Juni 2013. "Melalui program ini, Hino akan memainkan peran
penting, yaitu untuk melestarikan salah satu harta Indonesia untuk generasi
mendatang. Bukan hanya sumber daya ikan yang akan bertambah, tetapi program ini
juga dapat membantu mengembangkan daerah ini sebagai pusat wisata eco
turisme" kata Hiroshi Shida, Vice President PT Hino Motors Manufacturing Indonesia.
Sebagai tanda apresiasi warga kepada HINO Indonesia, masyarakat Desa Marisa
akan menamai lokasi rock pile tersebut dengan sebutan “HINO Point.”