GUGUSAN BINTANG SEBAGAI KONSEP WAKTU SUKU SASAK
Kekayaan Suku Sasak akan nilai-nilai kebudayaan menempatkannya sebagai salah satu suku bangsa dengan nilai kebudayaan tinggi. Masyarakat Suku Sasak mengenal berbagai kearifan lokal yang masih menjadi tuntunan hidup bagi masyarakat setempat. Salah satunya adalah kearifan lokal tentang waktu.
Kekayaan Suku Sasak akan nilai-nilai kebudayaan menempatkannya sebagai salah satu suku bangsa dengan nilai kebudayaan tinggi. Masyarakat Suku Sasak mengenal berbagai kearifan lokal yang masih menjadi tuntunan hidup bagi masyarakat setempat. Salah satunya adalah kearifan lokal tentang waktu.
Pengetahuan waktu yang dikenal oleh masyarakat suku Sasak adalah Bintang Rowot. Yaitu gugusan bintang yang terletak di sebelah kiri atas orang yang memandangnya. Gugusan bintang inilah yang kemudian dijadikan standar penghingtungan atau petunjuk waktu oleh masyarakat Suku Sasak.
Bintang rowot merupakan konsep penghitungan perjalanan bulan yang didasarkan pada pengamatan langsung digabungkan dengan konsep kalender Jawa dan Arab. Konsep ini diduga kuat merupakan hasil akulturasi kebudayaan antara kepercayaan Suku Sasak asli dan kebudayaan Jawa dan Arab.
Pengetahuan tentang konsep bintang rowot sendiri merupakan ajaran turun temurun dari nenek moyang yang hanya dikuasai oleh pemimpin-pemimpin adat. Petunjuk waktu ini digunakan untuk menunjukan waktu yang baik untuk menanam dan memanen bagi para petani. Para petani biasanya mendatangi pemimpin adat untuk mengetahui penghitungan waktu yang baik bagi mereka dalam bercocok tanam melalui petunjuk bintang rowot.
Konsep Penghitungan Waktu Bintang Rowot
Secara umum, huruf tahun suku sasak sama dengan Tahun Jawa. Tahun Jawa dimulai dari 18 juli 19633 bertepatan dengan 1muharam 1043 yang disebut juga 1 suyro 1555 s. dalam perhitungan waktu orang sasak juga menganal abad (100 tahun), windu (8 tahun), tahun (12 bulan) dan hari (jelo) dan nama-nama windu alif, ehe, jimawal, je, dal, be, wawu, jimakir sama dengan suku jawa.
Orang Sasak menamai bulan berdasarkan nama bulan Arab yang penghitungannya berdasaran pada terbitnya bintang rowot. Bintang rowot biasanya muncul pada tanggal 5, 15 atau 25. Maka orang sasak mengenal bulan satu itu sesuai dengan kapan bintang rowot muncul. Ciri khas kemunculan bintang rowot adalah tidak pernah muncul bersamaan dengan bintang pari atau dalam istilah orang sasak kedua gugusan bintang tersebut tidak pernah bertemu.
Secara sederhana, penghitungan bulan bisa diartikan begini, jika bintang rowot muncul pada tanggal 15 syaban/rowah yang bertepatan pada tanggal 20 Desember 2012 maka bulan satu dimulai ddar tanggal 22 Desember. Berikut adalah penjabarannya, (1) 15 syaban-14 Ramadhan = bulan satu, (2) 15 ramadhan -14 syawal = bulan dua, (3) 15 Syawal – 14 zulkaidah = bulan tiga, (4) 15 zulkaidah – 14 zulhijah = bulan 4, (5) 15 zulhijah – 14 muharam = bulan lima, (6) 15 muharam – 14 safar = bulan enam, (7) 15 safar – 14 robiul awal = bulan tujuh, (8) 15 robiul awal – 14 robiul akhir = bulan delapan, (9) 15robiul akhir – 14 jumadil awal = bulan Sembilan, (10) 15 jumadil awal -14 jumadil akhir = bulan sepuluh, (11) 15 jumadil akhir – 14 rajab = bulan sebelas, dan (12) 15 rajab – 14 syaban = bulan duabelas.
Dalam penghitungan bintang rowot sendiri terbilang cukup unik, jumlah hari dalam setahun adalah 360 hari atau 30 hari dalm sebulan. Terbitnya Bintang Rowot sendiri dalam setiap tahun biasanya mundur 10 hari. Contohnya jikan Bintang Rowot muncul pada tanggal 25, maka tahun depan bintang rowot akan terbit tanggal 15 dan tahun depannya lagi terbit tanggal 5 begitu seterusnya. Dalam penghitungan waktu Bintang Rowot, para pemimpin adat sasak menegnal beberapa tanda-tanda, diantaranya adalah (1) bulan empat diatandai dengan adanya suara Guntur/petir, hal ini menandakan sebagai peristiwa lawang taun ( pintu tahun). Berkaitan dengan hal itu pada bulan ini para petani dilarang melakukan kegiatan bertani. (2) bulan enam ditandai dengan pergersan matahari ke khatulistiwa.
Pada tnggal 6, 16 dan 26 bulan ini ditandai denga tumbuk yakni bayangan benda akan lenyap yang dibuktinkan dengan mednidrikan sebatang kayu. Tanda lainnya didapat dari sebelah utara yaitu awan mendung yang menyelimuti gunung rinjani yang disebut bao daya. Peristiwa ini juga didikuti dengan suara Guntur dan hujan selama 3 hari yang disebut dengan hujan pengelomang jami. (3) bulan tujuh diatandai dengan tiupan angin lemah dan sinar matahari yang terik juga air laut yang naik tinggi disebut dengan jelo padaq. (4) bulan delapan ditandai dengan turunnya hujan selam 7- 10 lalu pohon meranggas mulai bersemi kemudian hujan akan berhenti 10-15 hari. Musim ini disebut juga dengan istilah mangan rawas (makan ulat) yang berarti telur serangga menetas dan menjadi ulat. (5) bulan kesembilan ditandai dengan curah hujan yang tinggi sehingga air sawah melimpah. (6) bulan kesepuluh ditandai dengan ditantangkap nya nyale sejenis cacing, biasanya ditangkapa tanggal 19 dan 20, (7) bulan sebelas ditandai dengan tumbuhnya cendawan payung dan munculnya ikan dan betook (belut). Curah hujan pun mulai menurun. Bulan duabelas ditandai dengan panas terik dan tdak hujan, ini menandai musim kemarau telah tiba.
Bintang rowot sebagai petunjuk waktu memiliki berbagai nilai-nilai tradisi yang bermanfaat bagi masyarakat. Penghitungan waktu bintang rowot menunjukan penghargaan masyarakat suku sasak terhadap alam. Dimana dengan penghitungan waktu ini masyarakat betul-betul mempertimbangkan kondisi alam untuk melakukan kegiatan pertanian. Selain itu, penghitungan waktu ini juga digunakan sebagai panduan untuk melaksanakan upacara-upacara adat dalam melakukan syukuran. Hal ini menunjukan bahwa bintang rowot juga memiliki nilai spiritual bagi masyarakat suku sasak. Sampai saat ini penghitungan waktu berdasarkan bintang rowot masih digunakan oleh sebagian masyarakat Suku Sasak. Salah satu wilayah yang masyarakatanya masih memakai sistem penghitungan waktu ini adalah masyarakat Bayan Lombok Utara.